BANDA ACEH—Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di MA Darul Ulum YPUI Banda Aceh tahun ini menjadi lebih dari sekadar perayaan. Ia menjadi mimbar refleksi mendalam mengenai nilai dan fondasi pendidikan siswa madrasah. Dr. rer. nat. Ilham Maulana, S.Si., akademisi USK, dalam tausiahnya menggeser fokus dari sekadar tata krama (adab atau adat) menuju esensi akhlak. Beliau menegaskan bahwa akhlak adalah perintah mutlak dari Allah yang bersifat universal, berfungsi sebagai kompas moral yang tak lekang oleh waktu.
Fondasi Ketaatan yang Tak Boleh Goyah, Bagi pelajar yang menimba ilmu di lingkungan Dayah atau Madrasah, akhlak adalah pilar ketaatan yang bersifat vertikal—prinsip yang tidak bisa dinegosiasikan. Ketaatan ini harus diterjemahkan secara nyata dalam hierarki kepatuhan: pertama kepada Allah dan Rasul, kedua kepada orang tua (Q.S. Al-Isra: 23), dan terakhir kepada guru—mereka yang mewarisi ilmu dan wajib dihormati. Bahkan, keseriusan dan kesabaran dalam proses belajar itu sendiri dipandang sebagai amal ibadah tertinggi, sebab hal itu adalah respons langsung terhadap perintah Ilahi yang pertama (Q.S. Al-Alaq).
Dr. Ilham juga menyoroti ancaman senyap di Era Digital hari ini adalah egoisme dan sikap ingin menang sendiri. Dalam komunitas masyarakat dan dayah yang seharusnya tumbuh karakter harmoni menjunjung tinggi kebersamaan, sifat ini adalah racun yang merusak tata pergaulan sosial (akhlak muamalah) dan menggerus karakter penuntut ilmu.
Dr. Ilham menyampaikan bahwa solusi atas krisis karakter kontemporer harus kembali pada teladan Rasulullah SAW. Beliau mengajak² santri dan siswa untuk meniru dua sifat kunci: kejujuran (siddiq) dan kerendahan hati (tawadhu’) untuk mengikis benih-benih egoisme tersebut. Penerapan integritas akademik sebagai bentuk ketaatan mutlak, dibarengi dengan sikap lembut dan pemaaf saat berinteraksi (Q.S. Ali Imran: 159), merupakan langkah praktis untuk mengukuhkan karakter anti-fitnah dan menjunjung keadilan.
Dengan fondasi akhlak yang kuat, ilmu yang didapatkan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga menjelma menjadi rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil ‘Alamin) yang sebenarnya. Warga madrasah dan kaum penuntut ilmu tidak hanya mengejar kecerdasan kognitif, tetapi juga mampu membentuk benteng moral yang relevan untuk masa kini []