MADRASAH KORBAN MISSKONSEPSI KEBIJAKAN

Uncategorized

Oleh: Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh

Madrasah kembali menjadi sorotan publik setelah Ombudsman Aceh merilis temuan adanya dugaan pungutan liar dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026. Angka yang muncul dalam pemberitaan bahkan mencapai belasan miliar rupiah, sebuah jumlah yang tentu mengejutkan masyarakat. Berbagai tanggapan muncul dikalangan masyarakat terhadap madrasah, ada yang sangat prihatin dan ada juga yang sangat bersememangat mendiskreditkan madrasah.

Namun, di balik riak-riuh tudingan tersebut, kita perlu menelaah dan mencermati secara lebih bijak, lebih adil dengan pikiran jernih: apakah benar madrasah dengan sengaja melanggar aturan? Ataukah justru terjadi misskonsepsi dalam memahami regulasi, mekanisme, dan realitas kebutuhan madrasah di lapangan?

Regulasi Sering Dibaca Secara Hitam Putih

Benar, PP No. 17 Tahun 2010 dan Kepdirjen Pendis No. 64 Tahun 2025 secara tegas melarang adanya pungutan dalam PPDB. Namun, perlu dipahami bahwa madrasah berada dalam situasi yang unik dan serba keterbatasan meskipun itu madrasah negeri. Banyak madrasah negeri di Aceh yang secara faktual masih kekurangan sarana, terbatas anggaran operasional, dan menghadapi tuntutan masyarakat untuk memberikan layanan pendidikan yang lebih baik, layak, dan berkualitas.

Dalam situasi seperti ini, sering muncul inisiatif komite atau orang tua siswa untuk berkontribusi secara sukarela terhadap program-program madrasah yang disusun dalam rangka menyahuti tuntutan masyarakat. Sayangnya, di lapangan inisiatif semacam ini kadang dibaca secara kaku sebagai “pungutan liar”. Padahal, itu merupakan bentuk kontribusi dan partisipasi sosial masyarakat dalam membangun pendidikan madrasah.

Selama ini, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di madrasah selain proses belajar mengajar, ada kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang bersifat non buggeting dalam rangka mendongkrak layanan dan kualitas madrasah. Kegiatan tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh siswa-siswi madrasah, kualitas mareka juga tidak kalah dengan siswa-siswi sekolah umum lainnya. Kondisi seperti inilah yang dialami oleh jajaran madrasah dan menyampaikannya ke komite, lalu komite mengajak wali siswa untuk berkonstribusi supaya kegiatan tersebut dapat berjalan.

Madrasah Adalah Lembaga Nilai, Bukan Sekadar Institusi

Ombudsman dalam beberapa pernyataannya terkesan menempatkan madrasah pada posisi pesakitan. Padahal, madrasah bukan hanya sekolah, melainkan lembaga nilai. Madrasah membentuk karakter, moral, dan spiritual generasi Aceh.

Menggeneralisir praktik maladministrasi di beberapa madrasah lalu menarasikannya seolah menjadi “wajah madrasah” jelas merupakan bentuk ketidakadilan. Publik harus paham bahwa ribuan madrasah di Aceh tetap berjalan lurus, disiplin, dan amanah dalam mendidik anak bangsa.

Kaidah Usul: Kearifan dalam Menyikapi Masalah

Dalam kaidah usul fiqh terdapat sebuah pedoman bijak:

Artinya: Jika kamu tidak mendapatkan semua, jangan tinggalkan semua.

Kaidah ini melahirkan kearifan yang relevan dengan kondisi madrasah hari ini. Sama halnya dengan pepatah: jangan karena tikus ada di lumbung lalu rumahnya dibakar.

Jika ada kesalahan, janganlah seluruh keputusan komite dibatalkan. Perbaiki di mana salahnya, beri ruang dialog, dan jika ada indikasi penyalahgunaan anggaran serta kewenangan, berikan waktu kepada komite untuk menyelesaikannya. Janganlah perkara yang masih bisa diselesaikan secara adat, adab, dan kearifan lokal langsung dibawa ke ranah hukum.

Manuver Ombudsman akhir-akhir ini dipandang oleh beberapa cendekiawan, bahkan oleh Kepala Ombudsman periode sebelumnya, sudah mengganggu iklim akademik di madrasah dan berdampak pada nama baik kepala madrasah. Padahal, tidak sedikit dana komite yang telah nyata manfaatnya bagi peserta didik dan peningkatan mutu madrasah.

Perbedaan Pemahaman: Di sinilah Misskonsepsi Terjadi

Jika Ombudsman membaca regulasi secara legalistik-formal, maka apapun bentuk sumbangan akan dipandang pelanggaran. Namun, jika regulasi dibaca dengan pendekatan sosiologis, maka jelas ada ruang yang sah untuk partisipasi masyarakat. Artinya, bukan madrasah yang salah, melainkan perlu ada penyeragaman tafsir antara Kemenag, madrasah, komite sekolah, dan Ombudsman. Tanpa itu, maka setiap langkah akan selalu berpotensi disalahpahami.

Jangan Melukai Marwah Madrasah

Membuka temuan maladministrasi ke publik memang bagian dari transparansi, kami menghargai dan mengapresiasi tugas pengawasan tata kelola lembaga pemerintah yang dilakukan oleh ombudmen, tetapi menyudutkan madrasah seolah-olah sarang pungli jelas akan melukai marwah lembaga pendidikan Islam. Madrasah meskipun lembaga pendidikan pemerintah, nasibnya tidak lebih baik dengan sekolah-sekolah umum lainnya. Ada perlakuan tidak adil terhadap madrasah dalam soal anggaran dan sarana prasarana dibandingkan dengan sekolah pemerintah lainnya. Pada titik krusial seperti ini seharusnya Ombudsmen mendalami dan menyampaikan rekomendasi ke pemerintah pusat dan daerah bahwa madrasah perlu perhatian yang sama, tidak dianak tirikan. Ombudsman yang seharusnya menjadi mitra pembinaan, bukan hakim di ruang publik. Madrasah saat ini adalah kebanggaan masyarakat Aceh. Kepala Madrasah, guru-guru, dan seluruh pegawai madrasah yang selama ini telah bekerja dengan keikhlasan dan kesabaran dalam keterbatasan madrasah, bahkan guru-guru madrasah mengabdi melebihi tanggung jawabnya sebagai guru.  Jangan sampai mereka bersedih hanya karena framing yang keliru.

Penutup

Saya ingin mengajak semua pihak untuk duduk bersama, mencari titik temu, bukan titik silang. Regulasi boleh tegas, tetapi implementasi harus adil dan proporsional. Madrasah bukan tersangka publik, melainkan mitra strategis negara dalam mencerdaskan bangsa. Saya juga meminta kepada Ombudsman: hentikan polemik yang kontraproduktif ini. Mari kita samakan visi ke depan agar madrasah dapat berbenah lebih baik, dengan tetap menjunjung adat, adab, dan kearifan lokal yang menjadi ruh pendidikan Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *